JAGATANTERO.COM, SERANG| Tingkat partisipasi pemilih dalam Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Kabupaten Serang mengalami penurunan signifikan dibandingkan dengan pemungutan suara yang digelar pada 27 November 2024 lalu.
PSU tersebut berlangsung pada 19 April 2025 di seluruh Tempat Pemungutan Suara (TPS) di wilayah Kabupaten Serang. Berdasarkan hasil rekapitulasi dari platform pemantau suara Jagasuara 2024, jumlah pemilih yang hadir hanya mencapai 790.595 orang atau setara 64,49 persen dari total Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 1.225.871 orang.
Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan partisipasi pada 27 November 2024 yang mencapai 904.155 pemilih atau 73,75 persen.
Data partisipasi ini dihimpun dari 2.355 TPS yang tersebar di seluruh Kabupaten Serang, dengan rekapitulasi suara 100 persen masuk dan diperbarui pada Senin, 21 April 2025 pukul 09.57 WIB.
Dalam PSU kali ini, pasangan calon nomor urut 02, Ratu Rachmatu Zakiyah-Najib Hamas, keluar sebagai pemenang dengan perolehan suara sebanyak 583.988 suara atau 75,91 persen. Sedangkan pasangan calon nomor urut 01, Andika Hazrumy-Nanang Supriatna, memperoleh 185.293 suara atau 24,09 persen.
Jagasuara 2024 sendiri merupakan inisiatif masyarakat untuk memantau penghitungan suara dalam PSU maupun Pilkada Serentak 2024.
Diketahui, warga berperan aktif dengan mengunggah foto dan data perolehan suara dari TPS ke dalam sistem, yang kemudian direkap dan bisa dibandingkan dengan hasil resmi KPU. Di situs ini, publik dapat memantau hasil penghitungan suara tingkat kabupaten/kota hingga provinsi.
Turunnya tingkat partisipasi pemilih dalam PSU seperti ini bukan kali pertama terjadi. Berdasarkan catatan, PSU di wilayah Banten pernah terjadi sebelumnya di Lebak, Pandeglang, Tangerang Selatan, dan kini di Kabupaten Serang, dengan pola partisipasi yang menurun di tiap pelaksanaan.
Ada sejumlah faktor yang diduga menyebabkan anjloknya angka partisipasi, antara lain kelelahan pemilih karena harus kembali mencoblos untuk kedua kalinya, persepsi bahwa PSU memakan waktu tanpa hasil yang berarti, hingga kurang maksimalnya sosialisasi terkait jadwal, lokasi, serta alasan pelaksanaan PSU itu sendiri.
Selain itu, kekecewaan publik terhadap proses politik akibat sengketa, dugaan kecurangan, atau konflik yang menyebabkan digelarnya PSU juga turut memicu rasa apatis di kalangan pemilih. Tak sedikit masyarakat yang menganggap hasil PSU takkan mengubah situasi, atau bahkan hasilnya sudah bisa diperkirakan, sehingga memilih untuk tidak berpartisipasi.***