![]() |
Para terdakwa saat sidang pembacaan eksepsi di PN Serang. Para terdakwa bergiliran menjalani sidang karena berkas perkara yang tidak disatukan.(Bantennews) |
JAGATANTERO.COM, SERANG| Enam warga Kampung Cibetus, Desa Curuggong, Kecamatan Padarincang yang jadi terdakwa dalam perkara protes berujung pembakaran kandang ayam, meminta agar dibebaskan dari dakwaan. Keenam terdakwa yaitu Cecep Supriyadi, Nana, Samsul, Yayat Sutihat, M Ridwan, dan Abdul Rohman.
Permintaan itu disampaikan Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) selaku kuasa hukum keenam terdakwa dalam sidang agenda eksepsi atau nota keberatan terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Serang pada Selasa (22/4/2025) kemarin.
TAUD yang terdiri dari Rizal Hakiki, Belly Stanio, Rohadi, dan Vebrina membacakan nota keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Banten secara bergantian di depan Majelis Hakim yang dipimpin Lilik Sugihartono.
Dakwaan JPU disebut tidak menguraikan fakta-fakta dengan cermat, jelas, dan lengkap. Hal itu akhirnya tidak menggambarkan unsur dari tindak pidana yang didakwakan, dan menguraikan perbuatan para terdakwa secara rinci.
“Perlu kami tegaskan secara terang dan jelas bahwa perkara pidana yang dihadapi oleh para terdakwa tidak bisa dilepaskan dari Perjuangan para terdakwa bersama dengan Warga Kampung Cibetus, Desa Curug Goong, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, Provinsi Banten menolak kehadiran PT Sinar Ternak Sejahtera (STS),” kata Belly Stanio.
Peristiwa tindak pidana yang diuraikan JPU dalam dakwaan primair dan subsidair adalah sama. Menurut TAUD, hal itu tidak diperbolehkan karena menurut surat Kejaksaan Agung No.B-108/E/EJP/02/2008 Perihal: Penyusunan/Pembuatan Surat Dakwaan, tanggal 4 Februari 2008, uraian yang hanya salin tempel maka dakwaan batal demi hukum.
TAUD juga merasa surat dakwaan itu tidak menerapkan penyertaan atau deelneming sebagaimana Pasal 55 KUHP. Karena didakwakan secara beramai-ramai, seharusnya diterapkan karena perbuatan pengrusakan itu disebut JPU dilakukan oleh dari satu orang.
Keberatan TAUD juga menyasar proses penyidikan di pihak Kepolisian. Pada 7 Februari 2025 saat terjadi penangkapan, katanya para terdakwa yang dibawa ke Polda Banten langsung diperiksa tanpa didampingi kuasa hukum.
“Penangkapan tidak memenuhi syarat formil dan materiil Penangkapan sebagaimana KUHAP, oleh karenanya Surat Dakwaan JPU harus dinyatakan tidak dapat diterima,” ujar Rizal.
Surat dakwaan dirasa mengandung error in procedure karena jarak waktu antara laporan yang dibuat perusahaan kepada Polisi, hingga dilakukannya penangkapan itu berjauhan. Padahal para terdakwa disebut ditangkap dalam kondisi tertangkap tangan.
“Bahwa sampai dengan ditangkap pada tanggal 7 Februari 2025 Para terdakwa tidak pernah mendapatkan penyampaian surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP),” imbuhnya.
Proses kejanggalan lainnya yang disebut dalam eksepsi adalah mengenai penetapan tersangka yang dilakukan tanpa adanya pemanggilan warga sebagai saksi dan calon tersangka. Mereka langsung ditetapkan jadi tersangka dan dilakukan penangkapan.
“Alih-alih melakukan pemanggilan terhadap para terdakwa terlebih dahulu dalam kedudukannya sebagai saksi dan calon tersangka, Polda Banten langsung melakukan upaya paksa penangkapan, pemeriksaan dan penahanan terhadap para terdakwa, oleh karena itu surat dakwaan JPU tidak dapat diterima,” ucapnya.
Para terdakwa juga disebut merupakan pejuang hak atas lingkungan hidup yang diatur dalam Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).
“Meminta Majelis Hakim dalam perkara a quo menyatakan bahwa para terdakwa adalah Pejuang Hak atas Lingkungan Hidup dan menjatuhkan Putusan Sela yang menyatakan dakwaan dan/atau penuntutan umum tidak dapat diterima tanpa harus memeriksa pokok perkara,” ucapnya.
Dengan berbagai pertimbangan itu, TAUD meminta agar Hakim menolak seluruhnya dakwaan JPU dan menerima eksepsi para terdakwa. Mereka juga meminta agar para terdakwa segera dibebaskan dan nama baiknya dipulihkan.
Diketahui, tiga warga Padarincang lainnya yaitu Didi, Usup, dan Nasir baru menjalani sidang perdana, sedangkan lima terdakwa anak saat ini masih menjalani sidang secara tertutup dan akan mendengarkan tuntutan JPU pada pekan selanjutnya.***