![]() |
Pasutri Muhit dan Sarti warga desa Dahu kecamatan Cikeudal, kabupaten Pandeglang mengaku belum pernah tersentuh bantuan dari pemerintah.(Foto:Istimewa) |
JAGATANTERO.COM, PANDEGLANG| Seorang ibu rumah tangga warga Rt 17 Rw 05, Desa Dahu, kecamatan Cikeudal, kabupaten Pandeglang Banten mengeluh, lantaran hingga kini belum pernah mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah pusat.
Keluhan itu disampaikan saat ratusan warga di desanya berduyun-duyun mendatangi kantor kecamatan untuk mencairkan bantuan sosial berupa uang tunai dari Program Keluarga Harapan (PKH), dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).
Sarti (50) ibu 4 anak ini mengaku pasrah dengan keadaan ekonomi rumah tangganya yang serba kekurangan, terlebih pada persoalan biaya pendidikan anak. Suaminya yang bekerja serabutan pun belum dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Meski mendapat penghasilan, namun itu belum bisa menutupi pengeluaran yang kian hari makin membengkak.
Untuk dapat meringankan beban kebutuhan hidup yang ditanggung oleh suaminya, terkadang Sarti ikut bekerja sebagai buruh harian pembuat Emping dengan penghasilan Rp25 hingga Rp30ribu per harinya.
Pekerjaan menumbuk Emping ia lakukan sendiri di rumahnya, Sarti mendapat pekerjaan itu dari tetangga di sekitaran desa Dahu dengan upah Rp5000 per kilonya.
"kadang lumayan pak dengan upah yang ada, saya bisa membantu suami untuk kebutuhan sehari hari. Maklum suami kerja serabutan," ujar Sarti.
Sarti dan Muhit suaminya sudah puluhan tahun berumah tangga, bersama keempat anaknya, mereka menempati rumah yang kini kondisinya sudah sangat memprihatinkan. Kendati anak sulung mereka sudah menikah, namun keadaan ekonominya pun senasib dengan kedua orangtuanya. Menantu Sarti juga pekerja serabutan seperti Muhit suaminya.
Dengan keadaan kesulitan ekonomi sekarang ini, Sarti bersama suaminya tetap mensyukuri dan selalu berusaha mencari solusi untuk keluar dari peliknya kehidupan yang dirasanya semakin berat dijalani. Sarti pun berasumsi bahwa pemerintah melakukan tebang pilih dan tidak berkeadilan dengan mengaburkan fakta mana yang berhak dan layak mendapatkan bantuan sosial tersebut.
"kami masih merasa bersyukur saja, sudah bisa makan juga, namun kami juga sama pak warga desa sini, dan melihat ketidakadilan disini, coba bapak lihat dan perhatikan saat pembagian, dan datangi ke rumahnya, apakah mereka layak semua mendapatkan bantuan,"ungkap Sarti kepada wartawan, Senin 03/02/2025.
Sementara, Muhit suami Sarti mengaku tak berdaya, sebagai suami dan kepala keluarga, ia hanya bisa berpasrah diri dan menelan ludah pahit saat sebagian warga desa beramai-ramai lewat depan rumah mereka menuju kantor Kecamatan untuk menjemput bansos uang tunai dari pemerintah.
"mau bagaimana lagi pak, kami orang kecil yang hanya bisa pasrah melihat orang yang antri mengambil bantuan, baik PKH dan BPNT dan kami tidak punya saudara di desa ini, makanya kami dianggap sebelah mata,"keluh Muhit yang meratapi nasibnya.
Apa yang dialami pasutri Sarti dan Muhit warga Desa Dahu, Kecamatan Cikeudal, Pandeglang merupakan bagian kecil dari ketidaksetaraan sosial yang terjadi dan menjadi potret dalam bingkai kemiskinan di indonesia.
Ketidakadilan kerap dirasakan kaum si miskin, keresahan hati acap kali menyelimuti bagi golongan pekerja serabutan yang bergantung pada penghasilan sehari-hari, dan hanya cukup dipakai untuk mengisi perut mereka di hari itu. Siang makan, malam pikiran kembali menerawang, "kemana esok aku bisa mendapatkan uang untuk makan?".
Meski beragam program bantuan sosial dari pemerintah telah digelontorkan di tengah masyarakat, namun tidak sedikit warga berpenghasilan rendah yang terpinggirkan. Dinilai banyak penerima manfaat merupakan kelas menengah.
Entah siapa patut disalahkan, pemerintah telah berupaya keras untuk entaskan kemiskinan agar tidak kembali melahirkan kebodohan, namun di tengah derasnya bantuan mengalir masih saja ada orang yang mengambil keuntungan dari status kefakiran masyarakat. Hal ini tentunya harus dikoreksi dan kembali dievaluasi oleh pemerintah agar kesenjangan sosial tidak menjadi asumsi liar yang negatif di tengah masyarakat. (RC/NNG/Red)