Dua Pelajar yang Terlibat Tawuran di Kramatwatu Dituntut 4 Tahun Penjara

Ilustrasi


JAGATANTERO.COM, SERANG| Dua pelajar yang terlibat tawuran antar geng di Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang, dituntut 4 tahun penjara oleh JPU Kejari Serang. Dalam tawuran yang terjadi pada 1 Desember 2024 itu, satu orang bernama Muhammad Rafli (21) tewas di tempat.

JPU menilai kedua pelajar berinisial AS (17) dan I (16) turut terlibat dalam pengeroyokan yang menewaskan Rafli hingga tewas. Keduanya dinilai terbukti melanggar Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan.

Sidang tuntutan itu digelar secara tertutup di Pengadilan Negeri (PN) Serang pada Senin (6/1/2025) kemarin, karena kedua terdakwa masih berstatus anak di bawah umur.

“Iya, tuntutannya 4 tahun,” kata JPU Kejari Serang, Budi Atmoko.

Sejak awal penetapan tersangka, keduanya ditahan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas I Tangerang.

Kuasa hukum para terdakwa, Rohadi mengakui AS dan I memang terlibat tawuran tersebut. Tapi, menurut penuturan keduanya, mereka hanya ikut memukuli Rafli ketika sudah terkapar tidak sadarkan diri di pinggir jalan.

Rafli saat itu tewas di pinggir jalan dengan kondisi tidak memakai celana dan alas kaki yang hilang. Celana dan sepatunya ternyata diambil oleh AS dan I, dua barang bukti itu yang kemudian jadi dasar penetapan tersangka oleh Polisi.

Rohadi mengatakan latar belakang AS merupakan pelajar suatu SMK di Kota Serang, sedangkan I sudah putus sekolah sejak Sekolah Dasar (SD) dan bekerja sebagai buruh serabutan. Keduanya memang tergabung dalam geng motor bernama Pebora.

Ia mengaku tidak sepakat dengan tuntutan JPU, karena tuntutan 4 tahun dianggap terlalu tinggi bagi terdakwa anak. Menurut Rohadi, meskipun menjadi terdakwa, tapi keduanya masih berstatus anak dan masa depannya merupakan tanggungjawab negara.

“Di luar ekspektasi ya, karena ini anak yang punya masa depan harus dijaga oleh negara, tuntutan 4 tahun sangat keberatan,” kata Rohadi.

Menurut Rohadi, memenjarakan anak yang terlibat kasus hukum bukanlah solusi utama dan terbaik. Katanya, dari data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) ada sekitar 6.000 anak yang berhadapan dengan hukum melalui proses penjara. Rohadi berkesimpulan bahwa efek penjara tidak memberi efek jera bagi anak.

Bahkan korban Rafli juga diketahui merupakan residivis perkara geng motor di Cilegon yang baru bebas dari vonis 8 bulan dan kembali ikut tawuran. Menurut Rohadi, rehabilitas menjadi salah satu opsi yang baik agar para terdakwa diberikan pembinaan, mengingat umur mereka yang juga masih belia serta memiliki masa depan untuk diperbaiki.

“Kita sih berharap nanti majelis hakim bisa mempertimbangkan dan memutus dengan matang ya sesuai dengan Pasla 171 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Kalau penjara itu sebagai upaya ultimum remedium lah atau terakhir,” imbuhnya.

Kasi Humas Polresta Serang, Ipda Raden Muhammad Maulani Pada 2 Desember 2024 lalu, menjelaskan pada hari kejadian, korban pergi bersama dua temannya dari Cilegon ke belakang Pasar Kranggot untuk berkumpul bersama gengnya, Serantal Seruntul.

Mereka merencanakan aksi tawuran dengan geng Grock di daerah Pejaten. Saat tiba di lokasi, korban langsung turun dari motor dan mengejar lawannya dengan sebilah bambu.

“Korban tiba-tiba terjatuh dengan kepala belakang membentur terlebih dahulu ke aspal,” kata Raden dalam rilis Polresta Serang.

Teman korban sempat mencoba menolong, tapi kondisi R sudah lemas dan tidak bisa bergerak. Ditambah lemparan batu dari lawannya, mereka lalu meninggalkan korban sendirian dan kembali ke Cilegon. (BN/Red)



Baca Juga

Komentar dengan santun dan bijak

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama